Probiotik Selama Kehamilan Dan Menyusui

Prevalensi penyakit atopik meningkat pada beberapa Negara barat, dan artinya bahwa pencegahan primer diperlukan untuk mengembalikan kecenderungan ini.Peran mnyusui, yang merupakan sumber nutrisi terbaik, dalam mencegah penyakit atopik, menjadi hal yang sulit dilakukan. Dalam studi tersamar ganda, placebo-kontrol dari sebanyak 62 pasangan ibu dan bayinya, menunjukkan bahwa pemberian probiotik pada ibu hamil dan menyusui meningkatkan potensi imunoprotekrsi dari ASI-nya, yangdinilai ari TGF-B2 dalam ASI (2885 pg/mL 95%CI, 1624-4146) pada ibu yang mendapat probiotik vs 1340 pg/mL 95%CI, 978-1702) dari ibu yang mendapat placebo. Risiko terjadinya eksim atopik selama 2 tahun pertama kehidupannya pada bayi yang ibunya mendapat probiotik bermakna terjadi penurunan dibandingkan dengan bayi yang ibunya mendapat placebo (masing-masing 15% vs 47%; dengan risiko relative 0,32 (95%CI, 0,12 – 0,85);p=0,0098. Atopi pada ibunya sudah jelas merupakan factor risiko eksim terhadap bayinya. Sebagian besar bayi memdapatkan manfaat dari suplementasi probiotik ibunya yang ditunjukkan dengan peningkatan kadar IgE dalam darah tali pusatnya. Pemberian probiotik selama kehamilan dan menyusui merupakan cara yang aman dan efektif untuk meingkatkan potensi imunoproteksi dengan menyusui dan melindungi terhadap eksim atopik dalam 2 tahun pertama kehidupannya. (J allergy Clin Immunol 2002;109:119-21).


Ada hal yang kuat yang diturunkan dalam perkembangan penyakit atopik, dan adanya penyakit atopik pada ibu khususnya menunjukkan risiko untuk bayinya, walaupun, faktor genetik tidak dapat menerangkan peningkatan prevalensi penyakit atopik di Negara berkembang. Pendekatan baru untuk pencegahan sangat diperlukan untuk mengembalikan kecenderungan ini. Dari tindakan pencegahan yang telah dilakukan penelitian sebelumnya, hanya tindakan menyusui yang direkomendasikan yang kemungkinan bermanfaat.

Sebagai tambahan, nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan, menyusui akan memberikan perlindungan imunitas selama masa kritis ketika kekebalan bayi belum matang. TGF-B merupakan kunci imunoregulator untuk meningkatkan produksi antibodi IgA. Selama awal masa kelahiran, ketika produksi endogen TGF-B masih rendah, komponen susu ibu merupakan kompoenen yang penting yang berasal dari luar. Studi terbaru menunjukkan bahwa kadar TGF-B dalam kolustrum berhubungan dengan kemampuan bayi untuk memproduksi IgA untuk melawan antigen dan mencegah terjadinya penyakit atopik selama masa menyusui ekslusif. Potensi pencegahan dari ASI mungkin bisa diterangkan dengan adanya perbedaan komposisi ASI.
Probiotik, mikroba hidup dari komponen makanan yang bermanfaat terhadap kesehatan, menunjukkan mampu untuk mengontrol radang akibat alergi dan menghilangkan gejala-gejala akibat eksema atopik, alergi makanan, sebagian dengan meningkatkan produksi TGF-B. Kami melakukan penelitian tentang potensi imunoprotektif ASI dapat ditingkatkan dengan pemberian probiotik pada wanita hamil dan menyusui dengan atau tanpa penyakit atopik.

Subyek dan Metoda
Studi ini merupakan studi tersamar ganda, plasebo-kontrol untuk mengevaluasi potensi probiotik dalam mencegah alergi. Secara umum sebanyak 159 wanita hamil yang mempunyai riwayat keluarga atopik diacak dan selanjutnya mendapat L. rhamnosus ATCC53103 2x1010CFU sekali sehari atau plasebo selama 4 minggu sebelum persalinan (rata-rata 28 hari; 95%CI 24 -31) dan selama menyusui. Sebanyak 62 wanita dan bayi yang memenuhi kriteria inklusi menggunakan probiotik dan menyusui atau plasebo sampai anak berusia 3 bulan.

Pemeriksaan kadar total IgE serum darah tali pusat diukur dengan ELISA, sedangkan kadar TGF-B1 dan TGF-B2 diukur dari ASI yang dikumpulkan pada saat bayi berusia 3 bulan. Riwayat klinis bayi dan status dinilai sesuai dengan jadwal kunjungan pada usia 3,6,12,18, dan 24 bulan. Penilaian penyakit atopik pada ibunya berdasarkan dari adanya riwayat penyakit atopik, alergi, rinokonjungtivitis dan asma.

Eksim atopik ditegakkan jika ada gejala gatal, bentuk dan penyebaran yang khas, dan kekambuhan. Riwayat atopik dalam keluarga dimasukkan dalam kriteria inklusi. Kriteria kronisitas untuk eksim atopik jika mendapat 3 atau lebih periode serangan eksim (masing-2 periode minimal 1 bulan) selama 2 tahun pertama kehidupannya. Eksema masuk sementara jika ada 1 – 2 episode, alergi susu sapi dikonfirmasikan dengan uji pemberian susu sapi tersamar ganda, plasebo–kontrol, jika timbul gejala, tanda klinis, dan “prick test” kulit maka kemungkinan alergi susu sapi.

Data ditampilkan berdasar rata-rata dengan 95%CI, dan Student t-test digunakan untuk membandingkan nilai 2 kelompok data distribusi normal. Data dengan distribusi tidak normal ditampilkan dengan median dan range interkuartil, perbandingan kedua kelompok dengan Mann-Withney U test. X2 digunakan untuk membandingkan proporsi dua kelompok.

Hasil
Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat probiotik dan lahir dari ibu yang mendapat plasebo sama dalam cara melahirkan. Kadar TGF-B2 dari ibu yang mendapat probiotik lebih tinggi (2885 pg/ mL 95%CI, 1624 -1461) daripada yang mendapat palsebo (1340 pg/mL 95% CI, 978 – 1702) p =0,018. Kadar TGF-B1 masing-masing adalah 226 ng/mL (95%CI, 118-335) dan 178 ng/mL (95%Ci, 122-233; p=0,41). Pada subgrup yang mempunyai kadar IgE darah talipusatnya ≥ 0,5 kU/L), konsentrasi TGF-B2 pada ASI dari ibu yang mendapat probiotik adalah 5085 pg/mL (95% CI, 1818-8352 pg/ mL), dibading dengan 1136 pg/mL (95%CI, 532-1740 pg/mL) pada ibu yang mendapat plasebo, p=0,021.

Dari tindaklanjut klinis, data diambil 57 dari 62 anak (92%) sampai usia 2 tahun. Secara umum, 35 anak (61%) muncul eksema selama 2 tahun pertama, 17 (30%) dari 57 bersifat transien dan 18 (32%) dari 57 atopik eksim kronik dengan kekambuhan, 22 (39%) sehat. Risiko eksim atopik kronik dengan kekambuhan meningkat pada ibu dengan penyakit atopik (16 dari 38 – 42%) daripada ibu yang sehat, risiko relatif 4,0 95%CI, 1,0 – 15,6. p=0,016. Pemberian probiotik pada ibu berhubungan dengan penurunan prevalensi eksim atopik dibadingkan dengan plasebo, 4(15%) dari 27 bayi dari ibu yang mendapat probiotik terjadi eksim atopik kronik kekambuhan dengan 14(47%) dari 30 bayi dari ibu yang mendapat plasebo terjadi eksim atopik kronik dengan kekambuhan. Risiko relatif 0,32 95%CI, 0,12 – 0,85, p=0,0098. Kecenderungan yang sama juga terlihat pada bayi yang dilahirkan dari ibu atopik dengan bayi yang dilahirkan ibu yang tidak atopik, secara umum 4 dari 16 (25%) bayi dari ibu atopik yang mendapat probiotik mendapat eksema atopik kronik, dibandingkan dengan 12 (55%) dari 22 bayi dari ibu atopik yang mendapat plasebo (risiko relatif 0,46 95%CI, 0,18 – 1,16. p=0,069) dan tidak satupun dari 11 bayi ibu non-atopik yang mendapat probiotik mendapat eksema atopik kronik. Tidak ada ”adverse event” ataupun efek samping klinis yang terjadi selama suplementasi probiotik atau follow up.

Diskusi
Probiotik disini menunjukkan perlindungan bayi dari eksema atopik jika diberikan kepada ibunya sebelum kelahiran dan selama masa menyusui. Bayi dengan peningkatan IgE dalam darah tali pusatnya, menyiratkan sensitisasi atopik di dalam rahim, menunjukkan manfaat preparat ini sepertihalnya probiotik meingkatkan TGF-B2 dalam ASI.Ini mendukung bahwa probiotik menujukkan efeknya pada mekanisme imunologi awal yang mempengaruhi perkembangan penyakit atopik, dan ini menekankan adanya interaksi yang kompleks antara predisposisi genetik, sensitisasi awal dan faktor imunoprotektif dalam perkembangan penyakit atopik.

Adanya ketidakseimbangan respon imun Th2 janin, dan tipe respon imun ini merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan penyakit atopik. Selama periode pasca kelahiran terjadi penurunan respon Th2 seiring dengan peningkatan usia pada anak non-atopik dan dengan pola kebalikannya pada anak yang atopik. Namun, peningkatan serum IgE pada awal kehidupannya gagal menunjukkan hubungan dengan status atopik anak pada masa depannya, dan prediksi nilai IgE dari darah tali pusat merupakan hal yang kecil yang dipertimbangkan. Dalam studi ini, pemberian probiotik meskipun melindungi terhadap eksim atopik, tidak mempunyai efek pada hubungan obyektif dari penyakit atopik tradisional. Tidak ada korelasi langsung yang menunjukkan antara antara konsentrasi TGF-B2 ASI dengan perkembangan penyakit atopik, yang dinilai dari ”skin prick test” dan antibodi IgE serum.